21 Februari 2008

Pak Lliard bikin bingung

(Obrolan dengan teman dekat tapi gak dekat....)

Suatu waktu ada yang bilang, menurut Baulliard “ media membuat realitas menjadi tidak obyektif, segala sesuatu menjadi tidak otentik.”

Lah, kok bisa? Media apa dulu nie?

Ya,menurut pak Lliard seh media apa saja, majalah remaja, majalah dewasa, majalah tanaman, koran kriminal, televisi, opo wae lah, getooo...ndeso men seh gak ngerti.

Lah, ikut ngubrul-ngubrul gini dengan sampeyan ya baru ini kok. Njelehi men tho!

Piye, jadi gak nie tak ceramahi? Jadi yo, mumpung aku lagi panas ni.

(dididik sebagai priyayi jawa yang pantang untuk menolak seseorang yang memelas) yo wes...tak ngrungok’ke...

begini lho jeng... kita ini gak ada yang otentik, semua bentukan dari media.
Coba bayangkan ya, dari kecil kita sudah dijejali beragam media yang mengatur bahwa seseorang dikata cantik kalo begini begitu...

Contohnya piye jeng? Yen ceramah ki seng jelas...

Ya contohnya...kamu kan dari kecil udah tahu mana yang cantik mana yang gak dari mana tho?

Dari mataku sendiri tho...lha po dari matamu? Khekekekeke

Ngawur!!
Dari yang terdekat, ibumu.... pendapat ibu bisa dibentuk dari media yang menggembar gemborkan bahwa cantik adalah yang “putih, tinggi, langsing, dll”. Diinget-inget tho...pas kecil kan mesthi kamu dikasih tunjuk...”cantik ya mbaknya...bersih kulitnya terus cantik ya soalna bla bla bla....” hayah!!

Bener juga... (sambil manggut-manggut sepertinya mikir tapi ya cuma basa-basi)

Kamu tidak akan lepas dari media sepanjang hidupmu...
Mbok yo arep menyepi pun, kamu tidak bisa lepas dari efek media yang pernah kamu baca.
Ini tidak hanya fashion. Hampir semua pendapat terlampir dengan jelas di media. Pagi-pagi kita baca koran, isinya kan ya itu pendapat tho, pendapat jurnalisnya, pendapat yang ngomong, lah terus obyektifnya dimana?

Ya dimana ya? Sek sek...ya obyektif dong, wong semua dipampang disitu, baik yang pendapatnya sok pinter atau yang pendapatnya disertai penelitian yang valid. Iyo ra? (mulai gak basa-basi)

Bener, bener... media mempengaruhi cara kita berpikir. Itu bagus, memberikan kita pencerahan jeng, memberikan kita sudut pandang lain, nah itu yang dibilang Baulliard “media membuat realitas menjadi tidak obyektif, segala sesuatu menjadi tidak otentik.”

Piye tho kui? Ra mudeng.

Jadi secara tidak sadar pemikiran kita sudah kurang obyektif dengan kata lain kita sering kali mengambil suatu kesimpulan berdasar dari pendapat “A” terus dari jurnalis “B” yang kemudian kita olah dengan rasa dan pikiran kita, nahhhh terus jadinya seolah-olah itu pendapat kita. Tetapi benernya itu sudah bentukan dari media-media yang kita baca, kita lihat dan kita resapi. Intinya, pemikiran kita ini sebenarnya sudah tidak otentik pemikiran kita sendiri. Otentitas itu sebenarnya tidak ada lagi. Toh kalau mau disebut bahwa hasil penggabungan dari beberapa pendapat dan kita simpulkan dan kita bentuk menjadi pendapat baru, boleh saja itu disebut obyektif dan otentik tetapi sudah tidak lagi utuh, bunder dan bulet.

Tapi tho jeng, itu juga bagus tho. Jadi media membantu kita untuk memahami dengan lebih luas, iya tho?

Lah iya...itu bener banget. Masalahnya bukan media itu bagus atau tidak. Hanya saja perlu disadari bahwa obyektifitas itu makin susah dicari dan otentitas semakin tidak original lagi.

Nah, terus obrolan tidak jelas kita ini obyektif atau tidak? Otentik atau tidak? (cerdas! seneng saya punya temen cerdas)


Yaaa jelassssss tidak!! Wong jelas-jelas kita mengobrol menggunakan pakemnya Baulliard.

Oh, bener-bener...sampeyan cerdas jeng.

Tidak ada komentar: